Friday, April 30, 2010

Bioinformatika untuk mendiagnosa penyakit baru

Bioinformatika, sesuai dengan asal katanya yaitu “bio” dan “informatika”, adalah gabungan antara ilmu biologi dan ilmu teknik informasi (TI). Pada umumnya, Bioinformatika didefenisikan sebagai aplikasi dari alat komputasi dan analisa untuk menangkap dan menginterpretasikan data-data biologi. Ilmu ini merupakan ilmu baru yang yang merangkup berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu komputer, matematika dan fisika, biologi, dan ilmu kedokteran dimana kesemuanya saling menunjang dan saling bermanfaat satu sama lainnya. 

Ilmu bioinformatika lahir atas insiatif para ahli ilmu komputer berdasarkan artificial intelligence. Mereka berpikir bahwa semua gejala yang ada di alam ini bisa diuat secara artificial melalui simulasi dari gejala-gejala tersebut. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan data-data yang yang menjadi kunci penentu tindak-tanduk gejala alam tersebut, yaitu gen yang meliputi DNA atau RNA. Bioinformatika ini penting untuk manajemen data-data dari dunia biologi dan kedokteran modern. Perangkat utama Bioinformatika adalah program software dan didukung oleh kesediaan internet.

Kemajuan ilmu Bioinformatika ini lebih didesak lagi oleh genome project yang dilaksanakan di seluruh dunia dan menghasilkan tumpukan informasi gen dari berbagai makhluk hidup, mulai dari makhluk hidup tingkat rendah sampai makhluk hidup tingkat tinggi. Semua data-data yang dihasilkan dari genome project ini perlu di susun dan disimpan rapi sehingga bisa digunakan untuk berbagai keperluan, baik keperluan penelitian maupun keperluan di bidang medis. Dalam hal ini peranan Bioinformatika merupakan hal yang esensial. Dengan Bioinformatika, data-data ini bisa disimpan dengan teratur dalam waktu yang singkat dan tingkat akurasi yang tinggi serta sekaligus dianalisa dengan program-program yang dibuat untuk tujuan tertentu. Sebaliknya Bioinformatika juga mempercepat penyelesaian genome project ini karena Bioinformatika mensuplay program-program yang diperlukan untuk proses pembacaan genom ini.

Untuk penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga bisa dibedakan dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan untuk penanganan pasien seperti pemberian obat dan perawatan yang tepat. Jika pasien terinfeksi virus influenza dengan panas tinggi, hanya akan sembuh jika diberi obat yang cocok untuk infeksi virus influenza. Sebaliknya, tidak akan sembuh kalau diberi obat untuk malaria. Karena itu, diagnosa yang tepat untuk suatu penyakit sangat diperlukan. Selain itu, diagnosa juga diperlukan untuk menentukan tingkat kematian (mortality) dari suatu agent penyakit. Artinya, semakin tinggi angka kematian ini, semakin berbahaya agent tersebut. Angka ini dihitung dengan menghitung jumlah pasien yang meninggal (D) dibagi dengan jumlah total pasien pengidap penyakit tersebut (P) (=D/P). Pada kasus SARS, gejala yang muncul mirip dengan gejala flu, sehingga dari gejala saja tidak bisa dibedakan apakah dia mengidap SARS atau mengidap flu. 
Diagnosa ini penting karena akan menentukan tingkat keganasan suatu agent yang akan mempengaruhi kebijakan yang diambil terhadap penyakit tersebut. Ada beberapa cara untuk diagnosa suatu penyakit. Diantaranya isolasi agent penyebab penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan dari infeksi dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi gen dari agent pembawa penyakit tersebut dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Isolasi agent pembawa penyakit memerlukan waktu yang lama. Teknik ELISA bisa dilakukan dalam waktu yang pendek, namun untuk tiap-tiap penyakit kita harus mengembangkan teknik tersebut terlebih dahulu. Untuk pengembangannya ini memerlukan waktu yang lama.
Yang banyak dan lazim dipakai saat ini adalah teknik PCR. Teknik ini simpel, praktis dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah design primer untuk amplifikasi DNA. Untuk mendesign primer ini diperlukan data sekuen dari genom agent yang bersangkutan dan software seperti yang telah diuraikan di atas. Di sinilah Bioinformatika memainkan peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus dilakukan reverse transcription (proses sintesa DNA dari RNA) terlebih dahulu dengan menggunakan enzim Reverse transcriptase. Setelah DNA diperoleh baru dilakukan PCR. Dua step reverse transcription dan PCR ini bisa dilakukan sekaligus dan biasanya dinamakan RT-PCR. Karena PCR ini hanya bersifat kualitatif, sejak beberapa tahun yang lalu telah dikembangkan teknik Real Time PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real Time PCR ini bisa ditentukan kuantitas suatu agent di dalam tubuh seseorang, sehingga bisa dievaluasi tingkat emergensinya. Pada Real Time PCR ini selain primer diperlukan probe yang harus didesign sesuai dengan sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga diperlukan software atau program Bioinformatika. Untuk penyakit SARS sendiri sekarang telah tersedia kit RT-PCR yang dikembangkan oleh Takara Bio Inc., dengan nama komersial CycleaveRT-PCR SARS virus Detection Kit [7]. Selain itu Roche Diagnostics juga juga tengah mengembangkan kit untuk deteksi virus SARS. Keberhasilan pengembangan kit ini tidak terlepas dari didorong kemajuan Bioinformatika. 

sumber : http://ilmukomputer.com

Siapa yang harus disalahkan?

Prihatin saya begitu melihat berita disana sini yang menegaskan bahwa tingkat kelulusan UN di negeri ini merosot. bahkan ada sekolah yang siswanya 50% tidak lulus UN. miriss sekali rasanya, mengapa sistem pembelajaran di negeri tidak juga menjadi membaik? dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah ketika siswa dan siswi yang dinyatakan tidak lulus UN ini menjadi histeris, macam-macam reaksi dari mereka. mulai dari menangis, pingsan, marah, memaki, merusuh di sekolah, bahkan ada yang sampai nekat untuk menenggak racun serangga. mereka berasumsi bahwa jika tidak lulus UN adalah akhir dari hidup ini. padahal UN hanyalah sebagian kecil proses yang mereka jalani. UN bukanlah akhir dari tujuan hidup ini.
Lalu siapa yang harus dipersalahkan jika banyak adik adik kita tidak dapat lulus UN? siswa kah? guru kah? atau kebijakan dari pemerintahannya? Nampaknya semua harus dikaji ulang.. Semua parameter yang saya sebutkan tadi mempunyai peran yang penting bagi si UN ini. pertama adalah kesiapan siswa untuk menempuh UN. waktu tahun 2006, saya juga sempat merasakan yang namanya Ujian Negara, saat itu saya sebagai siswai menganggap "pantaskan hasil belajar kita selama 3 tahun hanya di tentukan dalam 3 hari masa ujian dan hanya di tentukan oleh selembar kertas ujian?" jawaban dalam benak saya saat itu TIDAK.. kemudia saya kaji lagi pemikiran saya ini, "apa selama belajar di sekolah selama 3 tahun saya mendapat ilmu?" pastilah jawabannya IYA. lalu mengapa saya harus takut akan UN? anggaplah UN seperti ujian biasa. tidak menggap UN sesuatu momok yang sangat mengerikan. karena saat kita berasumsi seperti itu, maka dapat saya pastikan, semua pelajaran yang masuk kedalam otak siswa/i ini tidak akan bertahan lama (karena terlalu banyak berfikir tentang ketakutan akan tidak lulus UN). dapat dipastikan juga psikologi dari siswa/i ini akan tertekan. hal ini lah yang menjadi prosentase paling besar dari segi siswa/i yang tidak lulus UN.padahal jika mereka lebih santai menanggapi UN ini, mungkin mereka bisa lebih rilex dan konsentrasi dalam mengerjakan soal.
Parameter ke 2 adalah dari kebijkan pemerintah dalam menentukan UN sebagai "standar" untuk lulus. mengapa saya mengapai tanda kutip untuk kata standar? karena saya ingin menekankan lagi "seperti apa ukuran standar pembelajaran di negeri ini?". jika kita lihat ke pelosok-pelosok negeri ini, pembelajaran yang dilakukan disana belum sampai pada standar. lalu mengapa kebijkan pemerintah menyamaratakan nilai standar untuk SETIAP daerah? seharusnya pemerintah belajar dari kesalahan di tahun kemarin. jika tahun lalu dengan nilai yang menurut mereka standar saja banyak yang tidak lulus, apalagi tahun ini yang nilainya standarnya kembali naik? mungkin maksud dari kebijakan pemerintah adalah ingin menjadikan anak bangsa ini LEBIH dibanding sebelum-sebelumnya. tapi apakah pemerintah memikirkan dampak dari kebijakan yang mereka buat? bangsa kita belum mampu untuk menerima hal baru secara cepat.
parameter terakhir adalah para pengajar atau guru. apakah kualitas dari setiap guru di tiap sekolah di negeri sama? jawabannya belum. hanya di kota kota besar saja yang memilki kualitas guru yang hebat. namun di kota kota kecil? kualitas dari pengajaran guru-guru ini juga sangat penting bagi keberhasilan siswa saat akan menghadapi UN.
Kita kembali ke judul yang saya angkat pada tulisan saya ini. "siapa yang harus di persalahkan?"  jawabannya adalah tidak ada yang salah. karena sebenarnya negeri ini belum mampu untuk menerapkan UN sebagai standar kelulusan yang murni.
Untuk para adik-adik yang saat ini belum lulus UN, ingat UN bukanlah akhir dari hidup kalian. masa depan kalian masihh sangat panjang. masih ada UN susulan, pergunakanlah kesempatan itu sebaik-baiknya untuk kalian meraih masa depan kalian yang lebih cerah!! SEMANGAT!! jangan pernah menyerah!!  :)